Wednesday, 21 October 2015

Najis


 
Najis menurut bahasa berarti sesuatu yang kotor dan menurut syara’ adalah kotoran-kotoran yang bisa mencegah sahnya shalat. Untuk memudahkan dalam memahami bab masalah najis ini, maka penulis akan membagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian pertama membahas najis-najis yang masih dianggap khilafiyah dan bagian kedua adalah najis-najis yang sudah disepakati ulama sebagai najis.
Macam-macam najis dan bagaimana cara untuk mensucikannya:

1.        Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Ialah najis yang ringan, seperti air kencing Anak Laki-laki yang usianya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa, selain air Susu Ibunya.
Cara membersihkannya, cukup dengan memercikkan air bersih pada benda yang terkena Najis tersebut sampai bersih betul. Kita perhatikan Hadits dibawah ini :
“Barangsiapa yang terkena Air kencing Anak Wanita, harus dicuci. Dan jika terkena Air kencing Anak Laki-laki. Cukuplah dengan memercikkan Air pada nya”. (H.R. Abu Daud dan An-Nasa’iy)
Tapi tidak untuk kencing anak perempuan, karena status kenajisannya sama dengan Najis Mutawassithah.

2.        Najis Mutawassithah (Najis Biasa/Sedang)
 Ialah Najis yang sedang, yaitu kotoran Manusia atau Hewan, seperti Air kencing, Nanah, Darah, Bangkai, minuman keras ; arak, anggur, tuak dan sebagainya (selain dari bangkai Ikan, Belalang, dan Mayat Manusia). Dan selain dari Najis yang lain selain yang tersebut dalam Najis ringan dan berat.
Najis Mutawassithah itu terbagi Dua :
1. Najis‘Ainiah,yaituNajis yang bendanya berwujud.  
               Cara mensucikannya. Pertama menghilangkan zat nya terlebih dahulu. Sehingga hilang  rasanya. Hilang baunya. Dan Hilang warnanya. Kemudian baru menyiramnya dengan Air sampai bersih betul.
2. Najis Hukmiah, yaitu Najis yang bendanya tidak berwujud : seperti bekas kencing. Bekas Arak yang sudah kering.
Cara mensucikannya ialah. Cukup dengan mengalir kan Air pada bekas Najis tersebut.
Najis Yang dapat di Ma’afkan. Antara lain :
1. Bangkai Hewan yang darahnya tidak mengalir. Seperti nyamuk, kutu busuk. Dan sebangsanya.
2. Najis yang sedikit sekali.
3. Nanah. Darah dari Kudis atau Bisul kita sendiri.
4. Debu yang terbang membawa serta Najis dan lain-lain yang sukar dihindarkan.
3.     Najis Mughallazhah (Najis Berat)
Yaitu Najis yang berat. Yakni Najis yang timbul dari Najis Anjing dan Babi.
Babi adalah binatang najis berdasarkan al-Qur`an dan Ijma’ para sahabat Nabi (Ijma’ush Shahabat) (Prof Ali Raghib, Ahkamush Shalat, hal. 33). Dalil najisnya babi adalah firman Allah SWT [artinya] : “Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor (rijsun,” (QS Al-An’aam [6] : 145)  .
Adapun tentang najisnya Anjing, dapat dilihat dari salah satu hadist, Rasulullah SAW Bersabda : Jika seekor anjing menjilat bejana salah satu dari pada kamu sekalian, maka hendaknya kamu menuangkan bejana itu (Mengosongkan isinya) kemudian membasuhnya 7X ( Diriwayatkan oleh Imam Muslim Al Fiqhu Alal Madzhahibilj Juz I Hal.16) .
Jika binatang itu termasuk jenis yang najis (babi dan juga anjing), maka semua bagian tubuhnya adalah najis, tidak peduli apakah dalam keadaan hidup atau mati. (Abdurrahman Al-Baghdadi, Babi Halal Babi Haram, hal. 47). Imam al-Kasani dalam kitabnya Bada’i'ush Shana’i` fii Tartib asy-Syara’i’  (I/74) mengatakan bahwa babi adalah najis pada zatnya dan babi tidak dapat menjadi suci jika disamak.
Cara mensucikannya ialah harus terlebih dahulu dihilangkan wujud benda Najis tersebut. Kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai 7 kali dan permulaan atau penghabisannya diantara pencucian itu wajib dicuci dengan air yang bercampur dengan Tanah (disamak). Cara ini berdasarkan Sabda Rasul :
“Sucinya tempat (perkakas) mu apabila telah dijilat oleh Anjing, adalah dengan mencucikan tujuh kali. Permulaan atau penghabisan diantara pencucian itu (harus) dicuci dengan air yang bercampur dengan Tanah”. (H.R. At-Tumudzy)

(1). Apakah khamer termasuk najis?
Di dalam Al-Qur’an di jelaskan pada surat Al-Maidah ayat 90 dan Al-An’am ayat 145. Dalam kitab sahih fiqih sunah,rijs adalah najis. Pendapat Rabi’ah, al-Laits, al-Muzani, dan selainnya dari kalangan salaf. Dan ini adalah pendapat yang dipilih basy-Syaukani, ash, ash-Shan’ani, Ahmad Syaikir dan Syaikh al-Albani-rahimahumullah, inilah pendapat yang rajih berdasarkan alasan berikut:
1.      Tidak ada keterangan dalam ayat tersebut yang menunjukkan najisnya khamer.
2.      Diantara dalil-dalil yang dipergunakan untuk menghukumi sucinya khomer, adalah hadis anas tentang kisah pengharaman khamer. Dalam hadis tersebut disebutkan, “Rosulullah SAW memerintahkan seseorang untuk mengumumkan: ‘Ketahuilah sesungguhnya khamer telah di haramkan.’Akupun keluar rumah dan menumpahkannya sehingga mengalir di jalan-jalan kota Madinah.
3.      Dalam hadis yang mengisahkan tentang seorang laki-laki yang membawa dua buah kantung air terbuat dari kulit berisi khamer. Rosulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah yang mengharamkan meminumnya telah mengharamkan menjualnya. Maka laki-laki itu membuka penutup dua kantung itu lalu menumpahkannya hingga habis isinya.
4.      Hukum asal sesuatu adalah suci. Tidak dapat di pindahkan hukumnya kecuali dengan dalil yang shahih dan dalam hal ini tidak ada dalil yang menunjukkan kenajisannya.
5.      Bagi jumhur ulama ia adalah najis karena dalam QS. Al-Maidah: 90 mereka memaknai rijs adalah najis.

(2). Apakah darah itu najis?
     Darah ,baik ia darah yang mengalir atau tetumpah, misalnya yang mengalir dari hewan yang disembelih , atau pun darah haid tetapi dimaafkan kalau sedikit.
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nahl: 115).
Yang dimaksudkan darah yang dialirkan disebutkan dalam ayat,
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".” (QS. Al An’am: 145).
Namun meskipun darah diharamkan tetapi tidaklah najis. Hukum darah itu kembali pada hukum asal segala sesuatu yaitu suci sampai ada dalil yang menyatakan najisnya. Darah yang dianggap najis hanyalah darah haidh, selain itu dihukumi akan sucinya. Lihat pembahasan Imam Asy Syaukani dalam Ad Daroril Mudhiyyah, hal. 61.






Mengenai kaedah di atas dijelaskan pula oleh Imam Ash Shon’ani,
“Sesuatu yang najis tentu saja haram, namun tidak sebaliknya. Karena najis berarti tidak boleh disentuh dalam setiap keadaan. Hukum najisnya suatu benda berarti menunjukkan haramnya, namun tidak sebaliknya. Diharamkan memakai sutera dan emas (bagi pria), namun keduanya itu suci karena didukung oleh dalil dan ijma’ (konsensus para ulama). Jika engkau mengetahui hal ini, maka haramnya khomr dan daging keledai jinak sebagaimana disebutkan dalam dalil tidak menunjukkan akan najisnya. Jika ingin menyatakan najis, harus didukung dengan dalil lain. Jika tidak, maka kita tetap berpegang dengan hukum asal yaitu segala sesuatu itu suci. Siapa yang mengklaim keluar dari hukum asal, maka ia harus mendatangkan dalil. Sedangkan bangkai dihukumi najisnya karena dalil mengatakan haram sekaligus najisnya.

No comments:

Post a Comment

Nama :
Kota :
Komentar :