Saturday, 21 November 2015

Sumur, Dapur dan Kasur





Era modern ini, kata-kata ini sangat dihindari oleh banyak wanita: Sumur, Dapur dan Kasur. Setiap disebut tiga kata ini, kesannya sangat rendah. Para istri yang hanya bisa mengurus sumur, dapur dan kasur benar-benar hanya pelengkap penderita. Bukan wanita peradaban. Tidak modern. Tidak maju. Begitulah opini tersebar atau mungkin disebarkan di zaman ini.

Efek dari opini tersebut, para orang tua menjauhkan anak-anak perempuannya dari ketiganya. Dampaknya, saat anak perempuan telah memasuki rumah tangganya, dia tidak memiliki kemampuan mengurusi sumur, dapur dan kasur. Sang itri hanya mampu mengurusi bukunya, pulpennya, laptopnya, seperangkat alat komunikasinya, diskusi-diskusi, belanja, nonton film.

Mari kita tenggok kisah yang diriwayatkan berikut ini: Dikisahkan bahwa seseorang dating kepada Umar bin Khattab r.a ingin mengadukan akhlak istrinya. Orang itu berhenti di depan pintu rumah Umar bin Khattab untuk menunggunya.Dia mendengar istri Umar juga sedang mengeluarkan kalimat-kalimat keras kepada Umar dan Umar diam saja tidak menjawab. Orang itu segera pergi sambil bergumam: jika demikian keadaan amirul mukminin Umar bin Khattab, maka siapalah aku?

Umar keluar, dia melihat orang itu pergi. Umar pun memanggilnya: Apa keperluanmu, wahai saudaraku? Orang itu berkata: Wahai amirul mukminin, aku ingin mengadukan kepadamu akhlak istriku dan beraninya dia kepadaku. Ternyata aku mendengar istrimu pun melakukan hal yang sama. Maka aku pun pulang dan berkata: Jika keadaan amirul mukminin saja begini, maka siapalah aku.

Umar berkata kepada orang itu: Sesungguhnya aku sabar terhadap istriku karena ia mempunyai hak terhadapku. Karena ia pemasak makananku, pemanggang rotiku, penyuci pakaianku, penyusu anakku. Padahal hal itu bukan kewajibannya. Dan hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram. Karenanya aku sabar menghadapinya. Orang itu berkata: Wahai amirul mukminin, begitu pula istriku. Umar menasihatinya: Sabarlah menghadapinya wahai saudaraku, karena itu hanya sebentar.

Mari kita salami kisah di atas untuk mencari mutiaranya. Bukankah ini adalah Umar bin Khattab yang dikenal tegas dan ditakuti. Saat Nabi masih hidup, tidak sekali kita mendengarkan Umar membri solusi pedang bagi permasalahan yang ada. Menandakan betapa kerasnya Umar bin Khattab.

Seakan Umar dalam kisah ini bukanlah Umar dengan sifat diatas. Tetapi benar, ini Umar bin Khattab, amirul mukminin. Kelembutan hatinya bagi istrinya begitu mengagumkan. Bahkan saat sang istri mulai menaikkan intonasi suaranya dan mulai tidak teratur kalimatnya. Api itu dipadamkan dengan langkah jitu pertama, diam.

Diam. Nampak sepele bukan. Tapi cobalah tanyakan kepada para suami. Apakah diam mudah? Apalagi saat istri sedang bercuap-cuap? Dalam posisi seorang suami sebagai seorang petinggi di luar sana dan saat sang suami bisa merasa dirinya benar.

Ternyata Umar memberi pelajaran para suami tentang cara efektif menahan lisan terhadap istri yang sedang marah. Tidak menyiram minyak pada api yang sedang berkobar. Jika disimpulkan ada dua hal yang membuat Umar begitu sabar dan memilih meredamnya dengan diam: Jasa istri dan peristiwa tersebut hanya sesaat saja. Saat menyebutkan jasa istri, Umar berkata, “Sesungguhnya aku bersabar terhadap istriku karena ia mempunya hak terhadapku. Karena ia pemasak makananku, pemanggang rotiku, penyuci pakaianku, penyusu anakku. Padahal hal itu bukanlah kewajibannya. Dan hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram. Karenanya aku sabar menghadapinya”.

Dan saat menyebutkan peristiwa yang hanya lewat itu, Umar berkata, “Sabarlah menghadapinya wahai saudaraku, karena itu hanya sebentar saja.” Kembalilah pada jasa istri dan kita pun akan bisa memahami tema pembahasan kita,
  1. Dia pemasak makananku
  2. Dia pemanggang rotiku
  3. Dia penyuci pakaianku
  4. Dia penyusu anakku
  5. Hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram.

Poin satu dan dua : DAPUR…!!!
Poin tiga : SUMUR…!!!
Poin empat dan lima : KASUR…!!!

            Allahu Akbar, tiga kata ‘hina’ di mata banyak keluarga itu ternyata telah melanggengkan sebuah rumah tangga besar dalam sejarah Islam. Karena ketiganya (Dapur, Sumur dan Kasur), Umar bersabar menghadapi kemarahan sang istri. Dan karena itu pula, keretakan rumah tangga bisa dihindari.

            Bukankah sekarang kita paham, betapa mulianya dapur, sumur dan kasur bagi derajat seorang wanita. Bukankah sekarang kita paham, bahwa anak-anak perempuan harus mumpuni dalam ketiga hal tersebut. Bukankah sekarang kita paham, merendahkan ketiga hal itu dalam kehidupan seorang istri berdampak pada retaknya bangunan rumah tangga di zaman sekarang.

            Setelah membaca tulisan ini, pasti Anda tidak salah paham bahwa seorang wanita hanya mengurusi tiga hal itu. Karena tidak ada kalimat dan pemahaman tersebut dari tulisan ini. Sekian, semoga bermanfaat dan bisa menambah ilmu kita tentang kehidupan rumah tangga.

No comments:

Post a Comment

Nama :
Kota :
Komentar :