Era modern ini,
kata-kata ini sangat dihindari oleh banyak wanita: Sumur, Dapur dan Kasur. Setiap disebut tiga kata ini, kesannya
sangat rendah. Para istri yang hanya bisa mengurus sumur, dapur dan kasur
benar-benar hanya pelengkap penderita. Bukan wanita peradaban. Tidak modern.
Tidak maju. Begitulah opini tersebar atau mungkin disebarkan di zaman ini.
Efek dari opini
tersebut, para orang tua menjauhkan anak-anak perempuannya dari ketiganya.
Dampaknya, saat anak perempuan telah memasuki rumah tangganya, dia tidak
memiliki kemampuan mengurusi sumur, dapur dan kasur. Sang itri hanya mampu
mengurusi bukunya, pulpennya, laptopnya, seperangkat alat komunikasinya,
diskusi-diskusi, belanja, nonton film.
Mari kita tenggok kisah
yang diriwayatkan berikut ini: Dikisahkan
bahwa seseorang dating kepada Umar bin Khattab r.a ingin mengadukan akhlak
istrinya. Orang itu berhenti di depan pintu rumah Umar bin Khattab untuk
menunggunya.Dia mendengar istri Umar juga sedang mengeluarkan kalimat-kalimat
keras kepada Umar dan Umar diam saja tidak menjawab. Orang itu segera pergi
sambil bergumam: jika demikian keadaan amirul mukminin Umar bin Khattab, maka
siapalah aku?
Umar
keluar, dia melihat orang itu pergi. Umar pun memanggilnya: Apa keperluanmu,
wahai saudaraku? Orang itu berkata: Wahai amirul mukminin, aku ingin mengadukan
kepadamu akhlak istriku dan beraninya dia kepadaku. Ternyata aku mendengar
istrimu pun melakukan hal yang sama. Maka aku pun pulang dan berkata: Jika
keadaan amirul mukminin saja begini, maka siapalah aku.
Umar
berkata kepada orang itu: Sesungguhnya aku sabar terhadap istriku karena ia
mempunyai hak terhadapku. Karena ia pemasak makananku, pemanggang rotiku,
penyuci pakaianku, penyusu anakku. Padahal hal itu bukan kewajibannya. Dan
hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram. Karenanya aku sabar menghadapinya.
Orang itu berkata: Wahai amirul mukminin, begitu pula istriku. Umar
menasihatinya: Sabarlah menghadapinya wahai saudaraku, karena itu hanya
sebentar.
Mari kita salami kisah
di atas untuk mencari mutiaranya. Bukankah ini adalah Umar bin Khattab yang
dikenal tegas dan ditakuti. Saat Nabi masih hidup, tidak sekali kita
mendengarkan Umar membri solusi pedang bagi permasalahan yang ada. Menandakan
betapa kerasnya Umar bin Khattab.
Seakan Umar dalam kisah
ini bukanlah Umar dengan sifat diatas. Tetapi benar, ini Umar bin Khattab, amirul
mukminin. Kelembutan hatinya bagi istrinya begitu mengagumkan. Bahkan saat sang
istri mulai menaikkan intonasi suaranya dan mulai tidak teratur kalimatnya. Api
itu dipadamkan dengan langkah jitu pertama, diam.
Diam. Nampak sepele
bukan. Tapi cobalah tanyakan kepada para suami. Apakah diam mudah? Apalagi saat
istri sedang bercuap-cuap? Dalam posisi seorang suami sebagai seorang petinggi
di luar sana dan saat sang suami bisa merasa dirinya benar.
Ternyata Umar memberi
pelajaran para suami tentang cara efektif menahan lisan terhadap istri yang
sedang marah. Tidak menyiram minyak pada api yang sedang berkobar. Jika
disimpulkan ada dua hal yang membuat Umar begitu sabar dan memilih meredamnya
dengan diam: Jasa istri dan peristiwa tersebut hanya sesaat saja. Saat
menyebutkan jasa istri, Umar berkata, “Sesungguhnya aku bersabar terhadap
istriku karena ia mempunya hak terhadapku. Karena ia pemasak makananku,
pemanggang rotiku, penyuci pakaianku, penyusu anakku. Padahal hal itu bukanlah
kewajibannya. Dan hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram.
Karenanya aku sabar menghadapinya”.
Dan
saat menyebutkan peristiwa yang hanya lewat itu, Umar berkata, “Sabarlah
menghadapinya wahai saudaraku, karena itu hanya sebentar saja.” Kembalilah pada
jasa istri dan kita pun akan bisa memahami tema pembahasan kita,
- Dia pemasak makananku
- Dia pemanggang rotiku
- Dia penyuci pakaianku
- Dia penyusu anakku
- Hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram.
Poin
satu dan dua : DAPUR…!!!
Poin
tiga : SUMUR…!!!
Poin empat dan lima : KASUR…!!!
Allahu Akbar, tiga kata ‘hina’ di mata banyak keluarga itu
ternyata telah melanggengkan sebuah rumah tangga besar dalam sejarah Islam.
Karena ketiganya (Dapur, Sumur dan Kasur), Umar bersabar menghadapi kemarahan
sang istri. Dan karena itu pula, keretakan rumah tangga bisa dihindari.
Bukankah
sekarang kita paham, betapa mulianya dapur, sumur dan kasur bagi derajat
seorang wanita. Bukankah sekarang kita paham, bahwa anak-anak perempuan harus
mumpuni dalam ketiga hal tersebut. Bukankah sekarang kita paham, merendahkan
ketiga hal itu dalam kehidupan seorang istri berdampak pada retaknya bangunan
rumah tangga di zaman sekarang.
Setelah
membaca tulisan ini, pasti Anda tidak salah paham bahwa seorang wanita hanya
mengurusi tiga hal itu. Karena tidak ada kalimat dan pemahaman tersebut dari tulisan
ini. Sekian, semoga bermanfaat dan bisa menambah ilmu kita tentang kehidupan
rumah tangga.
No comments:
Post a Comment
Nama :
Kota :
Komentar :