Kenapa Saya Harus
Menulis?
Menulis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
membuat huruf atau angka dengan pena (pensil, kapur, dsb). Sedangkan orang yang
melakukan pekerjaan menulis disebut penulis. Menulis menurut pandangan saya
adalah suatu pekerjaan yang menyenangkan, karena mengabungkan huruf-huruf
menjadi kata dan dari kata itu menjadi sebuah kalimat. Setiap tulisan yang
ditulis pasti memiliki ilmu yang terkandung di dalamnya, yang ditujukan kepada
para pembaca.
Waktu kecil saya sering membaca tulisan-tulisan dari berbagai
sumber, tapi paling banyak dari buku pelajaran yang di suruh beli sama sekolah.
Kalau boleh saya katakana: “Menulis itu seperti naik sepeda ya?” Bener engak
ini kira-kira. “Iya aja lah, biar aku seneng gitu” masalahnya gini, naik sepeda
itu perlu rasa percaya diri yang tinggi, sering latihan walaupun juga sering
jatuh juga, tidak takut sakit padahal udah tahu nanti kalau jatuh sakit, bahkan
kadang memerlukan bantuan roda-roda kecil buat alat penyangga agar tidak jatuh
(kalau masih ingat). Dari semua usaha yang dikerjakan ada sebuah tujuan yang
luar biasa yaitu yakin kalau bisa naik sepeda.
Itulah alasanya kenapa saya menyamakan antara proses menulis
dengan proses naik sepeda. Menulis juga memerlukan latihan-latihan yang sangat
panjang, yang dimulai diajarkan dari TK atau bahkan pada waktu usia dini yang
diajarkan oleh orang tua masing-masing. Sedikit demi sedikit lama-lama jadi
bukit (itu kan kata pepatah), iya intinya juga sama kok. Sampai pada akhirnya
kita bisa menulis…yeee.
Kembali ke judul awal ya, “kenapa saya harus menulis?”. Seperti
pepatah bijak mengatakan “Membacalah, maka kamu akan tahu dunia. Menulislah,
maka dunia akan tahu siapa kamu”. Saya sangat yakin kalau saya kedepannya bisa
jadi penulis yang terkenal, dan semoga tulisan saya bisa bermanfaat buat orang
banyak pada umumnya dan buat saya pribadi khususnya. Saya kadang iri dengan
mereka yang bisa berbagi ilmu lewat tulisan-tulisan mereka, karena saya yakin
kalau ilmu yang bermanfaat kelak akan menjadi penolong saya di alam kubur.
Banyak kaum cendekiawan, ulama, tokoh dunia, tokoh masyarakat
yang sudah menorahkan tinta emas atas karya-karya mereka lewat tulisan. Saya
sendiri jujur sangat bangga kepada mereka, dengan karya-karya mereka bisa
merubah dunia dari segala bidang. Yang tidak kalah penting tokoh yang karyanya
sudah banyak kita nikmati sampai saat ini yaitu Muhammad Al-Ghozali. Banyak
sekali yang bisa kita ambil manfaat sekaligus bisa kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari dari karya Al-Ghozali.
Menulislah…!!!
Sewaktu imam Ghozali kembali dari
menimba ilmu di Naishabur, ia dihadang oleh sekawanan perampok. Sang Imam
berkata, “Kalian boleh mengambil semua barangku, kecuali yang satu ini”. Para
perampok pun berpikir apa gerangan barang yang terbungkus itu. Setelah dibuka
mereka dibuat heran bahwa barang yang sangat berharga dari sang imam adalah
sebuah buku lusuh penuh catatan yang sulit dibaca. Perampok pun bertanya, “Barang
apa ini, mengapa sangat berharga bagimu?”
“Buku, buku itu adalah hasil dari
pembelajaranku menuntut ilmu beberapa tahun, jika kalian curi, maka sia-sialah
usahaku selama ini, “jawab Imam Ghozali.” Namun apa balas perampok tersebut, “Jika
yang kau piker ilmu itu adalah benda yang terbungkus yang bisa dicuri, itu
bukanlah ilmu.”
Seketika itu juga Imam Besar
Al-Ghazali tersadar, dia mulai memperluas khasanah keilmuannya hingga keluarlah
kata hikmah yang sangat terkenal dari beliau ~Al ilmu fi sudur, Laisa fi sutuur. Ilmu itu dalam jiwa bukan dalam
tulisan.
Sebuah kata-kata bijak yang
belakangan sering disalah artikan oleh pengutipnya. Seiring dengan berkembangnya
teknologi, para pencari ilmu mulai menghilangkan kebiasaan mencatat. Alasannya “kan
ilmu bukan untuk dicatat!” Ilmu memang bukan untuk dicatat tapi dipahami oleh
pikiran dan diresapi oleh hati, namun bagaimana bisa seseorang menjadi kaya
jiwanya, jika dia tidak pernah menuliskan bulir-bulir hikmah yang terjadi di
hidupnya.
Dalam teori revolusi pembelajaran
dijelaskan bahwa dengan sering menulis akan membuat sinaps (hubungan antara
neuron otak) menjadi lebih aktif 33 persen. Tidak hanya itu, menurut studi oleh
salah satu universitas di Amerika membuktikan bahwaseseorang yang cenderung
memiliki kesuksesan lebih di kehidupan masa kini adalah mahasiwa yang
menuliskan impiannya lebih dalam di masa kuliah dulu.
Bagaimana bisa menulis? Mulailah membaca,
ya mungkin itu yang sedang saya lakukan untuk menambah wacana keilmuan saya.
Tidak hanya membaca buku namun juga membaca ayat qauliyah dan qauniyahnya,
karena dengan banyak membaca otomatis kita lebih banyak menulis. “Setuju???”
Dengan menulis, sejarah mulai
tercatat dan peradaban mulai terbangun. Sebagai contoh aja, bisa kita bayangkan
bagaimana jadinya buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” jika Ibu Kartini tidak
gemar menuliskan bulir-bulir kehidupan?
Yang Terakhir ya!!!
Ya Alhamdulillah setelah saya
bergabung dengan KMO (Komunitas Menulis Online) Club 4D, yang dilatih langsung
oleh seorang yang sudah ahli di dalam penulisan buku yaitu Tendi Murti. Saya
jadi lebih yakin dengan dunia kepenulisan, walaupun saya akui belum pernah
namanya menghasilkan buku. Di dalam komunitas KMO sangat memotivasi saya untuk
bisa menghasilkan karya yang bermanfaat, agar bisa merubah dunia yang sudah
mulai tidak normal ini (Jaman Edan).
Tulisan ini sebagai langkah awal
saya menjadi penulis, sekaligus memenuhi tugas yang diberikan oleh pelatih
Tendi Murti. Yang penting kita berusaha terlebih dahulu, kalau masalah hasil
itu yang menentukan Allah SWT. Harap maklum kalau masih banyak yang perlu
dievaluasi, semoga dengan tulisan ini bisa melahirkan tulisan-tulisan
berikutnya yang luar biasa kedepannya. Aamiiin
No comments:
Post a Comment
Nama :
Kota :
Komentar :