Saturday, 14 November 2015

Kenapa Saya Harus Menulis?

Kenapa Saya Harus Menulis?


Menulis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah membuat huruf atau angka dengan pena (pensil, kapur, dsb). Sedangkan orang yang melakukan pekerjaan menulis disebut penulis. Menulis menurut pandangan saya adalah suatu pekerjaan yang menyenangkan, karena mengabungkan huruf-huruf menjadi kata dan dari kata itu menjadi sebuah kalimat. Setiap tulisan yang ditulis pasti memiliki ilmu yang terkandung di dalamnya, yang ditujukan kepada para pembaca.
Waktu kecil saya sering membaca tulisan-tulisan dari berbagai sumber, tapi paling banyak dari buku pelajaran yang di suruh beli sama sekolah. Kalau boleh saya katakana: “Menulis itu seperti naik sepeda ya?” Bener engak ini kira-kira. “Iya aja lah, biar aku seneng gitu” masalahnya gini, naik sepeda itu perlu rasa percaya diri yang tinggi, sering latihan walaupun juga sering jatuh juga, tidak takut sakit padahal udah tahu nanti kalau jatuh sakit, bahkan kadang memerlukan bantuan roda-roda kecil buat alat penyangga agar tidak jatuh (kalau masih ingat). Dari semua usaha yang dikerjakan ada sebuah tujuan yang luar biasa yaitu yakin kalau bisa naik sepeda.
Itulah alasanya kenapa saya menyamakan antara proses menulis dengan proses naik sepeda. Menulis juga memerlukan latihan-latihan yang sangat panjang, yang dimulai diajarkan dari TK atau bahkan pada waktu usia dini yang diajarkan oleh orang tua masing-masing. Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit (itu kan kata pepatah), iya intinya juga sama kok. Sampai pada akhirnya kita bisa menulis…yeee.
Kembali ke judul awal ya, “kenapa saya harus menulis?”. Seperti pepatah bijak mengatakan “Membacalah, maka kamu akan tahu dunia. Menulislah, maka dunia akan tahu siapa kamu”. Saya sangat yakin kalau saya kedepannya bisa jadi penulis yang terkenal, dan semoga tulisan saya bisa bermanfaat buat orang banyak pada umumnya dan buat saya pribadi khususnya. Saya kadang iri dengan mereka yang bisa berbagi ilmu lewat tulisan-tulisan mereka, karena saya yakin kalau ilmu yang bermanfaat kelak akan menjadi penolong saya di alam kubur.
Banyak kaum cendekiawan, ulama, tokoh dunia, tokoh masyarakat yang sudah menorahkan tinta emas atas karya-karya mereka lewat tulisan. Saya sendiri jujur sangat bangga kepada mereka, dengan karya-karya mereka bisa merubah dunia dari segala bidang. Yang tidak kalah penting tokoh yang karyanya sudah banyak kita nikmati sampai saat ini yaitu Muhammad Al-Ghozali. Banyak sekali yang bisa kita ambil manfaat sekaligus bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari dari karya Al-Ghozali.

Menulislah…!!!
            Sewaktu imam Ghozali kembali dari menimba ilmu di Naishabur, ia dihadang oleh sekawanan perampok. Sang Imam berkata, “Kalian boleh mengambil semua barangku, kecuali yang satu ini”. Para perampok pun berpikir apa gerangan barang yang terbungkus itu. Setelah dibuka mereka dibuat heran bahwa barang yang sangat berharga dari sang imam adalah sebuah buku lusuh penuh catatan yang sulit dibaca. Perampok pun bertanya, “Barang apa ini, mengapa sangat berharga bagimu?”
            “Buku, buku itu adalah hasil dari pembelajaranku menuntut ilmu beberapa tahun, jika kalian curi, maka sia-sialah usahaku selama ini, “jawab Imam Ghozali.” Namun apa balas perampok tersebut, “Jika yang kau piker ilmu itu adalah benda yang terbungkus yang bisa dicuri, itu bukanlah ilmu.”
            Seketika itu juga Imam Besar Al-Ghazali tersadar, dia mulai memperluas khasanah keilmuannya hingga keluarlah kata hikmah yang sangat terkenal dari beliau ~Al ilmu fi sudur, Laisa fi sutuur. Ilmu itu dalam jiwa bukan dalam tulisan.
            Sebuah kata-kata bijak yang belakangan sering disalah artikan oleh pengutipnya. Seiring dengan berkembangnya teknologi, para pencari ilmu mulai menghilangkan kebiasaan mencatat. Alasannya “kan ilmu bukan untuk dicatat!” Ilmu memang bukan untuk dicatat tapi dipahami oleh pikiran dan diresapi oleh hati, namun bagaimana bisa seseorang menjadi kaya jiwanya, jika dia tidak pernah menuliskan bulir-bulir hikmah yang terjadi di hidupnya.
            Dalam teori revolusi pembelajaran dijelaskan bahwa dengan sering menulis akan membuat sinaps (hubungan antara neuron otak) menjadi lebih aktif 33 persen. Tidak hanya itu, menurut studi oleh salah satu universitas di Amerika membuktikan bahwaseseorang yang cenderung memiliki kesuksesan lebih di kehidupan masa kini adalah mahasiwa yang menuliskan impiannya lebih dalam di masa kuliah dulu.
            Bagaimana bisa menulis? Mulailah membaca, ya mungkin itu yang sedang saya lakukan untuk menambah wacana keilmuan saya. Tidak hanya membaca buku namun juga membaca ayat qauliyah dan qauniyahnya, karena dengan banyak membaca otomatis kita lebih banyak menulis. “Setuju???”
            Dengan menulis, sejarah mulai tercatat dan peradaban mulai terbangun. Sebagai contoh aja, bisa kita bayangkan bagaimana jadinya buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” jika Ibu Kartini tidak gemar menuliskan bulir-bulir kehidupan?

Yang Terakhir ya!!!
            Ya Alhamdulillah setelah saya bergabung dengan KMO (Komunitas Menulis Online) Club 4D, yang dilatih langsung oleh seorang yang sudah ahli di dalam penulisan buku yaitu Tendi Murti. Saya jadi lebih yakin dengan dunia kepenulisan, walaupun saya akui belum pernah namanya menghasilkan buku. Di dalam komunitas KMO sangat memotivasi saya untuk bisa menghasilkan karya yang bermanfaat, agar bisa merubah dunia yang sudah mulai tidak normal ini (Jaman Edan).
            Tulisan ini sebagai langkah awal saya menjadi penulis, sekaligus memenuhi tugas yang diberikan oleh pelatih Tendi Murti. Yang penting kita berusaha terlebih dahulu, kalau masalah hasil itu yang menentukan Allah SWT. Harap maklum kalau masih banyak yang perlu dievaluasi, semoga dengan tulisan ini bisa melahirkan tulisan-tulisan berikutnya yang luar biasa kedepannya. Aamiiin
               


No comments:

Post a Comment

Nama :
Kota :
Komentar :