Tuesday, 10 October 2017

RUH

No comments:
Manusia itu sistem hidup yang terbentuk dari materi. Sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam dari tanah liat. Allah berfirman:

71. (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah".
72. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya". (QS. Shad: 71-72).

Kemudian manusia saling bertanya tentang esensi ruh, mereka bertanya kepada Rasulullah Muhammad saw tentang ruh, lalu wahyu datang sebagai jawaban dari Tuhan semua alam:

85. dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra’: 85).

Ruh sebagai rahasia kehidupan (nyawa) adalah urusan Allah swt. Dia telah meletakkannya pada manusia dan menyandarkannya pada zat-Nya, Dia berfirman: Aku tiupkan padanya ruh-Ku, yakni ruh ciptaan-Ku, maksudnya bukan ruh bagian dari-Ku, karenanya Dia berfirman: Katakanlah; ruh itu urusan Tuhanku, yakni, telah diciptakan dengan perintah dari Allah swt.

Manusia tidak bisa memahami realita ruh ini, tetapi dia memahami bahwasanya ruh itu melalui penampakan-penampakannya, yaitu tumbuh, bergerak dan bereproduksi. Semuanya menunjukkan eksistensi ruh. Selagi manusia itu masih bisa tumbuh, bergerak dan bereproduksi, maka dikatakan bahwa manusia ini hidup dan pada dirinya ada ruh. Dan ketika semua penampakan (mazhhar) tersebut tiada, maka dikatakan bahwa manusia itu mati dan pada dirinya tidak ada ruh.

Allah swt telah meletakkan ruh itu pada Adam. Ruh itu merupakan urusan-Nya dengan kehidupan. Mulai periode Adam as. sampai masa kita ini, bahkan sampai menghilangnya kehidupan manusia di atas permukaan bumi ini, ruh selalu menyebar dari manusia satu ke manusia yang lain melalui proses perkawinan sebagai hasil pertemuan sel sperma laki-laki dan sel telur perempuan. Lalu tubuh baru itu mulai berkembang sampai pada akhirnya menjadi manusia sempurna setelah melewati beberapa tahapan, firman Allah:

5. Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (QS. Al-Hajj: 05).

Perkara ini dapat diindra pada kejadian semua manusia kecuali penciptaan Isa as, maka Allah swt telah meniupkan ruh kepadanya dengan tanpa perpindahan ruh melalui proses perkawinan. Karena Allah swt memerintahkan supaya ruh itu berada pada diri Isa as. secara langsung. Dia berfirman: 
59. Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia. (QS. Ali Imran: 59).

Yakni, Allah telah mewujudkan ruh dari tidak ada pada diri Isa as sebagaimana telah mewujudkannya pada Adam. Dia berfirman tentang Maryam: 
91. dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari Kami dan Kami jadikan Dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya’: 91).

Maryam adalah seorang wanita yang terpelihara dan menjaga kehormatannya, tidak pernah melakukan perbuatan keji, tidak pernah menikah sehingga ruh tidak berpindah ke rahimnya melalui proses pertemuan sperma laki-laki dengan sel telurnya. Bahkan Allah swt telah meniupkan ruh itu pada rahimnya dengan perintahnya dari tidak ada sebagaimana Allah swt telah meniupkan ruh itu pada tanah ketika Adam as diciptakan dari tanah.

Ruh yang menjadi rahasia kehidupan adalah urusan dari Allah kepada materi yang terbentuh menjadi tubuh manusia supaya bisa tumbuh, bergerak dan bisa bereproduksi pada materi itu. Manusia tubuhnya akan kehilangan kemampuan itu, ketika ruhnya diambil.

Sedangkan ruh menurutanggapan orang-orang Barat dan sebelum mereka, orang-orang Yunani, bahwa ruh itu merupakan bagian dari manusia. Mereka mengatakan , bahwa manusia itu terbentuk dari materi dan ruh, sedangkan ruh ini merupakan pancaran (emanasi) dari at Allah swt. Ketika ruh menguasai materi, maka manusia menjadi luhur dan tingkah lakunya mendekati kesempurnaan ketuhanan (kamal ilaahiyah). Dan ketika materi menguasai ruh, maka merosotlah tingkah laku manusia itu. Padahal ruh yang telah dipropagandakan oleh mereka sebenarnya eksistensinyatidak ada dan ruh tersebut bukanlah rahasia kehidupan (nyawa), karena secara faktual bahwa manusia itu terbentuk dari materi saja. Sedangkan ruh (rahasia kehidupan) tidak bertambah dan berkurang karena merosot atau luhur manusia.

Maka ruh yang membuat manusia menjadi luhur adalah sesuatu yang lain (bukan nyawa, edt), bukan merupakan bagian dari manusia. Ruh tersebut hanyalah sifat buatan yang melekat (sifat thariaah). Manusia dapat meraihnya dari luardirinya dan sifat ini mempengaruhi tingkah lakunya. Dengan sifat ini manusia menjadi luhur, sehingga ia mampu mengontrol naluri-naluri dan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya. Sifat ini tidak ada , kecuali ketika manusia itu melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan sistem yang berada di luar dirinya yaitu sesuai sistem yang datang dari kekuatan yang lebih luhur dari manusia yaitu Allah swt.Keterikatan tidak akan pernah ada kecuali apabila manusia itu benar-benar beriman dengan Allah swt dan menyadari hubungan dengan-Nya. Jadi ruh dalam pembahasan diatas, yang dapat menjadikan manusia luhur bukanlah rahasia kehidupan (sirrul hayat), melainkan kesadaran hubungan dengan Allah swt (idrak shillah billahi).

Sifat buatan itu tidak akan ada pada diri manusia kecuali setelah ia beriman bahwa dia memiliki Sang Pencipta yang telah menciptakannya, dan kesadaran akan hubungan setiap makhluk seperti alam semesta, manusia dan kehidupan dengan Sang Pencipta. Ketika manusia memperhatikan makhluk apa saja seperti bulan dan ia menyadari bahwa bulan ini memiliki hubungan dengan Allah swt yaitu bahwa Allah lah yang menciptakannya, maka kesadaran demikian merupakan ruh pada diri manusia itu. Ketika ia tidak memiliki kesadaran hubungan dengan Allah atau ia kosong dari kesadaran hubungan itu, maka ia menjadi manusia tanpa ruh.

Jadi ruh yang dipropagandakan orang-orang Barat itu bukan merupakan bagian dari manusia, melainkan kesadaran hubungan dengan Allah swt. Kesadaran hubungan ini menjadikan manusia melaksanakan perbuatannya sesuai dengan perintah dan larangan Allah swt. Kesadaran inilah yang menunjukkan eksistensi ruh pada diri manusia.

Perasaan manusia akan keagungan, kekuasaan dan pengetahuan Khaliqsebagai dampak penemuan ini adalah merupakan nilai rohani (ruhaniyah). Ketika perasaan ini terus berkesinambungan, maka manusia bisa hidup dalam kondisi iman (jawwu imani). Perasaan itu mendorong manusia untuk mengikatkan diri dengan segala perintah dan segala larangan Allah swt dengan penuh ridho serta ketenangan (thuma’ninah).

Sedangkan aspek ruhiyah (spiritual) pada segala sesuatu ialah segala sesuatu itu merupan makhluk al-Khaliq. Aspek ruhiyah pada gunung, hewan atau manusia ialah bahwa semuanya merupakan makhluk al-Khaliq. Tidak akan bisa memahami aspek ini selain orang yang beriman dengan eksistensi al-Khaliq yang telah menciptakan segala sesuatu tersebut.

Islam telah mendorong manusia supaya memahami aspek ruhiyah pada segala sesuatu dan pada dirinya. Semua itu adalah untuk menguatkan ruh, yaitu kesadaran hubungan segala makhluk dengan Allah swt. Dia berfirman:
   
17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,
18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 17-20).

Setelah ayat-ayat diatas, Allah swt berfirman:
21. Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. (QS. Al-Ghasyiyah: 21).

Allah swt menyuruh Rasulullah saw agar mengingatkan manusia tentang hubungannya dengan Allah dan semua makhluk. Hubungan ini bernama hubungan penciptaan (shillatu khalqi). Semua itu adalah untuk menguatkan ruh manusia. Allah swt berfirman:

190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran:190).



Sumber Buku: Abdullah, Muhammad Husain, Mafahim Islamiyah: Menajamkan Pemahaman Islam, Bangil: Al-Izzah, 2002, hlm. 5-9.









Wednesday, 24 February 2016

Agar Tidak SEDIH

No comments:
Empat Hal Penghilang Kesedihan 


Dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata, أربع خلال إذا أعطيتهن فلا يضرك ما عزل عنك من الدنيا : حسن خليقة، وعفاف طعمةٍ، وصدقُ حديثٍ، وحفظ أمانةٍ “Terdapat empat kriteria yang apabila engkau memilikinya, niscaya harta dunia yang luput tidak akan menyedihkan dirimu.
Keempat kriteria itu adalah:
[1] Perangai yang terpuji,
[2] Memakan yang halal,
[3] Berkata benar, dan
[4] Menjaga amanah."
[Shahih. HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad].

Tuesday, 23 February 2016

Apakah Allah memberi kemiskinan?

No comments:
Isilah titik-titik di bawah ini dan mohon dijawab dengan jujur di dalam hati kita masing-masing. Mohon tdk membaca kebawah sebelum soal dijawab ya. mari kita perhatikan:

1. Allah menciptakan tertawa dan ..........
2. Allah itu mematikan dan .............
3. Allah menciptakan laki-laki dan ...........
4. Allah memberikan kekayaan dan ..........

Sekarang mari kita bahas. Mayoritas kita tentu akan dengan mudah menjawab:
1. ....dan Menangis 
2. ...dan Menghidupkan
3. ...... dan Perempuan
Tapi bagaimana dengan no.4 ...? Apakah jawabannya Kemiskinan ...?

Untuk mengetahui jawabannya, mari kita lihat rangkaian firman Allah dalam Surah An-Najm ayat 43-45, dan 48, sebagai berikut:

Jawaban no 1: ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺃَﺿْﺤَﻚَ ﻭَﺃَﺑْﻜَﻰ "dan Dia-lah yang menjadikan orang tertawa dan menangis." (QS. An-Najm: 43)

Jawaban no 2: ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺃَﻣَﺎﺕَ ﻭَﺃَﺣْﻴَﺎ "dan Dia-lah yang mematikan dan menghidupkan." (QS. An-Najm: 44)

Jawaban no 3: ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺰَّﻭْﺟَﻴْﻦِ ﺍﻟﺬَّﻛَﺮَ ﻭَﺍﻟْﺄُﻧﺜَﻰ "dan Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan." (QS. An-Najm: 45)

Jawaban no 4:  ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺃَﻏْﻨَﻰ ﻭَﺃَﻗْﻨَﻰ "dan Dia-lah yang memberikan kekayaan dan kecukupan." (QS. An-Najm: 48)

Ternyata jawaban kita yg benar hanya pada no. 1-3...
Sedangkan jawaban untuk no. 4 keliru dan kita sdh berburuk sangka kpd Allah SWT...

Subhanallah.. Sesungguhnya Allah Ta'ala hanya memberi Kekayaan dan Kecukupan kepada hamba-Nya. Ternyata yang "menciptakan" Kemiskinan adalah diri kita sendiri. Hal ini bisa jadi karena ketidakadilan ekonomi, kemalasan, bisa jadi juga karena kemiskinan itu kita bentuk di dalam pola pikir (mindset) kita sendiri.

Itulah hakikatnya, mengapa orang-orang yang senantiasa bersyukur; walaupun hidup pas-pasan (bahkan mungkin menurut orang lain jauh dari cukup/ kurang) ia akan tetap tersenyum dan merasa cukup, bukan merasa miskin. Jadi, marilah kita mulai dari bangun tidur di pagi hari dgn rasa syukur, rasa keberlimpahan dan kecukupan di dalam hati.

Semoga bermanfaat... ^_^

Hujan

No comments:
ALHAMDULILLAH....SUDAH HUJAN... 




Ketika musim hujan, dalam menyikapinya manusia terbagi menjadi dua:
1. Senang, karena hujan merupakan kenikmatan.
2. Sedih, karena bikin banjir, menghambat aktivitas, pekerjaan terganggu, dll.

Sikap seperti apa yang harus kita ambil?
Marilah kita simak firman Allah Ta'ala:

 وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

 “Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy Syuura: 28).

Makna rahmat Allah (رَحْمَتَهُ) dalam ayat ini adalah hujan yang diturunkan dari langit (tafsir Thabari 21/537). Tatkala manusia sudah putus asa karena lamanya hujan yang tidak kunjung turun, maka Allah pun menurunkan hujan dan mengingatkan mereka akan nikmat-Nya. Dan Allah Maha Pelindung bagi hamba-Nya yang ta’at kepada-Nya. 

Di dalam ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman: وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالاً سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاء فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْموْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ “Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (QS. Al A’rof: 57).

Maka bagaimana bisa kita menganggap hujan membawa kerugian, sedangkan Allah Ta'ala menyebut hujan sebagai rahmat-Nya. Dan tidak lah mengetahui tanda-tanda kebesaran Allah ini, melainkan orang-orang yang mau mengambil pelajaran.

Ustadz Andy Fahmi, Lc

Sunday, 29 November 2015

Wahai Pembaca Ayo Menulis

No comments:
Penulis merasa galau dengan keadaan yang sedang berlangsung. Saat ini kita hidup dalam dunia yang bergerak cepat ke arah Jahiliyah modern sehingga orang-orang  yang berdiri dengan kebenaran dianggap asing hanya karena mereka minoritas. Agama yang dulu mengaturnya dalam segala aspek kehidupan mereka, sekarang cuma dijadikan status yang ada dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk). Kita berada dalam zaman yang membuat kaum Muslim merasa galau dan cenderung menyesuaikan diri dengan keburukan daripada mengubah keburukan itu dengan dakwah.

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya yang pertama-tama diciptakan Allah adalah pena (qalam), lalu Allah berfirman kepadanya, ‘Tulislah!’ ia menjawab, ‘Ya Rabbku apa yang hendak kutulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai hari Kiamat.’’ Hadits tersebut penulis ambil dari artikel ‘Pejabaran Kitab Tauhid’ karya Syaikh Abdurrahman bin Nasir as Sa’di. Sayang dalam tulisan tersebut tidak disertai dengan perawinya.

Namun disini penulis penulis bukan bermaksud membahas mesthalah haditsnya, akan tetapi hanya ingin melukiskan betapa pentingnya pena dan buah yang dihasilkan, yakni tulisan…Entah rahasia apa yang sesungguhnya terkandung dalam pena hingga Allah Swt menamai surat ke-68 dalam Al-Qur’an dengan Qalam (Pena).

Membaca dan menulis sebenarnya telah menjadi tradisi kaum Muslim sejak dulu. Banyak ulam dan tokoh Islam yang mampu menghasilkan karya besar yang mampu ‘menggetarkan dunia’ sebagai hasil ketekunan mereka dalam membaca dan menulis. Mari kita coba membiasakan diri dengan menulis hal-hal kecil, setidaknya menumbuhkan jiwa menulis ke dalam diri kita masing-masing.

Sayang, tradisi demikian seolah hilang begitu saja. Sekarang saat dunia memasuki abad informasi (konon, siapapun yang dapat menguasai informasi, akan unggul dalam persaingan) umat Islam justru tertinggal jauh. Hampir seluruh berita yang kita baca di media cetak dan kita lihat di televise bersumber dari kantor berita asing.

Tapi kita abaikan dulu permasalahan itu. Karena kita memang belum mampu mendobraknya, percuma jika tenaga kita justru mubadzir. Sekarang lihatlah ke sekeliling kita, bandingkan media cetak yang beredar di masyarakat. Kira-kira berapa prosentase antara media yang memuat dakwah/ajaran Islam dengan media yang justru merusak dakwah Islam. Tentu Anda lebih tahu jawabannya.

Dakwah lewat tulisan saat ini telah menjadi suatu keharusan dan kebutuhan, karena dakwah lewat cara ini dinilai lebih efektif dan efisien. Berikut ini kami paparkan beberapa kelebihan dakwah lewat tulisan:
1.      Bisa menjangkau daerah yang luas.

Dakwah melai tulisan dapat disebarkan secara luas tanpa terbentur letak geografis. Karena mad’u (obyek dakwah) tidak harus bertatap muka dengan da’I/da’iyah di satu tempat tertentu.
2.      Tidak terbatasi oleh waktu.

Dilihat dari segi waktu , dakwah lewat tulisan juga sangat fleksibel. Artinya mad’u dan da’i tidak harus bertemu dalam satu waktu. Selain itu materi dakwah juga akan ‘awet’ karena berbentuk tulisan. Bila mad’u lupa dengan pelajaran yang pernah dibaca ia bisa mencarinya kembali, berbeda dengan dengan dakwah lisan. Tidak berlebihan bila dikatakan, ‘’Ilmu ibarat binatang ternak, sedangkan tulisan adalah kekangnya.’’
3.      Isi dakwah lebih akurat.

Secara mudah bisa kita lihat seorang da’i yang berdakwah dengan lisannya, ada celah kemungkinan ia akan melakukan sesuatu kekhilafan baik dalam isi maupun dalil-dalil yang digunakan. Karena ia hanya berpegang pada ingatan yang sifatnya terbatas. Kata-kata yang diucapkan pun ada kemungkinan tidak efektif dan menimbulkan penafsiran yang bersifat multi (beragam).

Berbeda dengan dakwah bil qalam, di sini materi yang disajikan diambil dari sumber-sumber yang dapat dipercaya. Dalam penyusunannya kita bebas membuka dan membolak-balik buku (yang tidak mungkin dilakukan dalam dakwah lisan) sehingga materi yang disampaikan akan lebih akurat. Kata-kata yang disajikan pun telah melalui koreksi yang berulang-ulang guna menghilangkan kata mubadzir. Tentu ini akan lebih mudah diterima pembaca.

Kiranya masih banyak kelebihan lain, mungkin dari sebagian dari yang penulis sebutkan di atas sudah mewakili. Munculkan semangat dari dalam tubuh yang sudah lama tertidur, untuk menyampaikan ilmu-ilmu lewat sebuah karya berupa tulisan. Lalu kenapa kita tidak mencoba jalan yang satu ini untuk ikut bergabung dengan barisan orang-orang yang berjuang menegakkan agama-Nya?

Jadikan diri kita bermanfaat untuk sesama dengan tulisan kita. Jika kita berusaha dengan kesungguhan dan ikhlas demi mencari ridha-Nya, InsyaAllah jalan lapang siap menyambut kita. Rasul bersabda, “Di akhirat nanti tinta ulama –ulama itu akan ditimbang dengan darah syuhada (orang-orang yang mati syahid.

Sungguh mengagumkan, coba kita bayangkan pahala yang diterima (dengan seizin Allah) para penulis Al-Qur’an terdahulu. Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab dan Umayyah. Dari goresan merekalah, Al-Qur’an yang sekarang kita baca.

Kita juga boleh kagum dengan perawi hadits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan sebagainya. Selama hadits yang nereka riwayatkan (melalui tulisan) digunakan dalam berdakwah maka pahala bagi mereka terus mengalir meskipun jasad telah tiada.

Menulis memang pekerjaan yang gampang-gampang susah. Pada awalnya, mungkin kita kesulitan karena bahasa tulisan berbeda dengan bahasa lisan. Dalam bahasa lisan, kita hanya berpikir bagaimana menyampaikan informasi (pesan) yang kita punya agar orang lain mudah dalam memahami penyampaian kita. Bahasa yang digunakan pun sangat bebas dan bervariasi tanpa menghiraukan aturan yang ada.

Sedangkan dalam bahasa tulis, kita dituntut menggunakan tanda baca yang pas dan pemilihan kata (diksi) yang tepat. Agar pesan yang kita tulis dapat dipahami secara mudah dan jelas. Menulis berbeda dengan berbicara. Agar efektif, menulis menuntut si penulis mengungkapkan gagasan secara tertib dan tertata.

Tetapi lambat laun dan tanpa kita sadari, kemampuan ini akan terasah bila kita membiasakan diri untuk menulis. Sambil membaca tulisan kita berulang-ulang. Lalu bandingkan dengan tulisan hasil karya orang lain yang dianggap lebih baik. Dengan demikian kita akan tahu kekurangan dari tulisan kita dan semangat untuk memperbaiki agar lebih baik.

Sebagai seorang penulis, sudah selayaknya peduli dengan lingkungan sekitarnya. Dengan realitas yang ada ia tergelitik dan tergerak bila melihat fenomena yang menyimpang dari kaidah dan tata nilai yang ada. Ia ingin agar orang lain juga tahu penyimpangan tersebut. Sehingga mampu menangkalnya sesuai dengan ajaran dan tuntunan Nabi Muhammad Saw.

Untuk menjadi seorang penulis, harus siap membuka pancaindera dengan selebar-lebarnya. Mengamati peristiwa-peristiwa yang ada. Lalu menakarnya dengan hati. Kira-kira itu sesui dengan ajaran (Islam) atau tidak. Sesudah itu, kita putar akal untuk mencari solusi yang mungkin bisa diterapkan. Tuangkan ide itu dengan tulisan agar orang lain bisa mengaksesnya dan mendapatkan manfaatnya sebagai media dakwah, baik melalui majalah, Koran, maupun media cetak lainnya.

Di sinilah hati akan semakin sensitif melihat realitas. Pikiran menjadi lebih aktif untuk berpikir. Bukan saja bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Harus di ingat: ‘’Bukan hanya untuk diri sendiri.’’ Akan sangat disayangkan bila kapasitas kecerdasan yang kita miliki hanya dinikmati sendiri. Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang bisa memberi manfaat kepada orang lain.’’ www.ernawatililys.com

Saturday, 21 November 2015

Sumur, Dapur dan Kasur

No comments:




Era modern ini, kata-kata ini sangat dihindari oleh banyak wanita: Sumur, Dapur dan Kasur. Setiap disebut tiga kata ini, kesannya sangat rendah. Para istri yang hanya bisa mengurus sumur, dapur dan kasur benar-benar hanya pelengkap penderita. Bukan wanita peradaban. Tidak modern. Tidak maju. Begitulah opini tersebar atau mungkin disebarkan di zaman ini.

Efek dari opini tersebut, para orang tua menjauhkan anak-anak perempuannya dari ketiganya. Dampaknya, saat anak perempuan telah memasuki rumah tangganya, dia tidak memiliki kemampuan mengurusi sumur, dapur dan kasur. Sang itri hanya mampu mengurusi bukunya, pulpennya, laptopnya, seperangkat alat komunikasinya, diskusi-diskusi, belanja, nonton film.

Mari kita tenggok kisah yang diriwayatkan berikut ini: Dikisahkan bahwa seseorang dating kepada Umar bin Khattab r.a ingin mengadukan akhlak istrinya. Orang itu berhenti di depan pintu rumah Umar bin Khattab untuk menunggunya.Dia mendengar istri Umar juga sedang mengeluarkan kalimat-kalimat keras kepada Umar dan Umar diam saja tidak menjawab. Orang itu segera pergi sambil bergumam: jika demikian keadaan amirul mukminin Umar bin Khattab, maka siapalah aku?

Umar keluar, dia melihat orang itu pergi. Umar pun memanggilnya: Apa keperluanmu, wahai saudaraku? Orang itu berkata: Wahai amirul mukminin, aku ingin mengadukan kepadamu akhlak istriku dan beraninya dia kepadaku. Ternyata aku mendengar istrimu pun melakukan hal yang sama. Maka aku pun pulang dan berkata: Jika keadaan amirul mukminin saja begini, maka siapalah aku.

Umar berkata kepada orang itu: Sesungguhnya aku sabar terhadap istriku karena ia mempunyai hak terhadapku. Karena ia pemasak makananku, pemanggang rotiku, penyuci pakaianku, penyusu anakku. Padahal hal itu bukan kewajibannya. Dan hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram. Karenanya aku sabar menghadapinya. Orang itu berkata: Wahai amirul mukminin, begitu pula istriku. Umar menasihatinya: Sabarlah menghadapinya wahai saudaraku, karena itu hanya sebentar.

Mari kita salami kisah di atas untuk mencari mutiaranya. Bukankah ini adalah Umar bin Khattab yang dikenal tegas dan ditakuti. Saat Nabi masih hidup, tidak sekali kita mendengarkan Umar membri solusi pedang bagi permasalahan yang ada. Menandakan betapa kerasnya Umar bin Khattab.

Seakan Umar dalam kisah ini bukanlah Umar dengan sifat diatas. Tetapi benar, ini Umar bin Khattab, amirul mukminin. Kelembutan hatinya bagi istrinya begitu mengagumkan. Bahkan saat sang istri mulai menaikkan intonasi suaranya dan mulai tidak teratur kalimatnya. Api itu dipadamkan dengan langkah jitu pertama, diam.

Diam. Nampak sepele bukan. Tapi cobalah tanyakan kepada para suami. Apakah diam mudah? Apalagi saat istri sedang bercuap-cuap? Dalam posisi seorang suami sebagai seorang petinggi di luar sana dan saat sang suami bisa merasa dirinya benar.

Ternyata Umar memberi pelajaran para suami tentang cara efektif menahan lisan terhadap istri yang sedang marah. Tidak menyiram minyak pada api yang sedang berkobar. Jika disimpulkan ada dua hal yang membuat Umar begitu sabar dan memilih meredamnya dengan diam: Jasa istri dan peristiwa tersebut hanya sesaat saja. Saat menyebutkan jasa istri, Umar berkata, “Sesungguhnya aku bersabar terhadap istriku karena ia mempunya hak terhadapku. Karena ia pemasak makananku, pemanggang rotiku, penyuci pakaianku, penyusu anakku. Padahal hal itu bukanlah kewajibannya. Dan hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram. Karenanya aku sabar menghadapinya”.

Dan saat menyebutkan peristiwa yang hanya lewat itu, Umar berkata, “Sabarlah menghadapinya wahai saudaraku, karena itu hanya sebentar saja.” Kembalilah pada jasa istri dan kita pun akan bisa memahami tema pembahasan kita,
  1. Dia pemasak makananku
  2. Dia pemanggang rotiku
  3. Dia penyuci pakaianku
  4. Dia penyusu anakku
  5. Hatiku tenang karenanya, tidak tergoda oleh yang haram.

Poin satu dan dua : DAPUR…!!!
Poin tiga : SUMUR…!!!
Poin empat dan lima : KASUR…!!!

            Allahu Akbar, tiga kata ‘hina’ di mata banyak keluarga itu ternyata telah melanggengkan sebuah rumah tangga besar dalam sejarah Islam. Karena ketiganya (Dapur, Sumur dan Kasur), Umar bersabar menghadapi kemarahan sang istri. Dan karena itu pula, keretakan rumah tangga bisa dihindari.

            Bukankah sekarang kita paham, betapa mulianya dapur, sumur dan kasur bagi derajat seorang wanita. Bukankah sekarang kita paham, bahwa anak-anak perempuan harus mumpuni dalam ketiga hal tersebut. Bukankah sekarang kita paham, merendahkan ketiga hal itu dalam kehidupan seorang istri berdampak pada retaknya bangunan rumah tangga di zaman sekarang.

            Setelah membaca tulisan ini, pasti Anda tidak salah paham bahwa seorang wanita hanya mengurusi tiga hal itu. Karena tidak ada kalimat dan pemahaman tersebut dari tulisan ini. Sekian, semoga bermanfaat dan bisa menambah ilmu kita tentang kehidupan rumah tangga.

Ide, Mind Mapping dan Outline

No comments:

TUGAS KMO

PERTEMUAN KEDUA


IDE : BELAJAR ISLAM

MIND MAPPING



DAFTAR ISI

BAB I             :           AQIDAH
A.      Pengertian Aqidah
B.      Istilah Lain Tentang Aqidah
C.      Ruang Lingkup Aqidah
D.     Sumber Aqidah
E.      Tingkatan Aqidah

BAB II            :           TAUHID
A.      Pengertian Tauhid
B.      Kedudukan dan Fungsi
C.      Kalimat Tauhid
D.     Macam-macam Tauhid
1.      Rububiyyah
2.      Asma’ wa al-Sifat
3.      Uluhiyyah

BAB III           :           RUKUN IMAN SEBAGAI REALISASI
KALIMAT SYAHADAT
A.      Konsekwensi Syahadat
B.      Rukun Iman
1.     Allah Swt
2.     Malaikat
3.     Nabi dan Rasul
4.     Kitab-kitab
5.     Hari Akhir
6.     Qadha dan Qadar
C.      Cabang Iman
D.     Manfaat dan Hikmah Iman Bagi Kehidupan
E.      Hal-hal yang Merusak Keimanan

BAB IV           :           AKHLAK DALAM ISLAM
A.    Pengertian Akhlak
B.     Perbedaan Akhlak, Moral dan Etika
C.     Sumber-sumber Akhlak
D.    Kedudukan Akhlak dalam Islam
E.     Karakteristik Akhlak
F.     Ruang Lingkup Akhlak